Bermodal surat ini, PT Bintang Delapan Wahana mengajukan perpindahan lokasi IUP dari Kabupaten Konawe ke Kabupaten Morowali.
Kemudian, PT Bintang Delapan Wahana mengajukan IUP Operasi Produksi ke Bupati Morowali, yang pada 7 Januari 2014 menerbitkan surat IUP OP untuk PT Bintang Delapan Wahana.
Polemik muncul karena IUP milik PT Bintang Delapan Wahana menyebabkan tumpang tindih dengan lima IUP perusahaan lain, termasuk milik PT Artha Bumi Mining, PT Daya Inti Mineral, dan PT Daya Sumber Mining Indonesia.
Sejak awal, IUP milik ketiga perusahaan itu berada di Morowali, sementara IUP PT Bintang Delapan Wahana awalnya berlokasi di Konawe.
Africhal menegaskan bahwa dugaan pemalsuan dokumen oleh PT Bintang Delapan Wahana adalah kejahatan serius sehingga terbit surat Keputusan oleh Bupati Morowali saat itu, Anwar Hafid.
YAMMI mendesak Polda Sulteng mengusut kasus pemalsuan dokumen IUP di Morowali tersebut, bukan hanya menyasar FMI, tetapi juga manajemen PT Bintang Delapan Wahana, sebab tidak mungkin FMI sendirian membawa dokumen palsu untuk mengajukan penerbitan IUP.
“Polda Sulteng tidak boleh mempermainkan hukum. Hukum seharusnya menjerat para pelaku kejahatan hingga ke pengadilan. Kami menyayangkan Polda Sulteng terkesan mendiamkan kasus penggunaan dokumen palsu untuk menerbitkan IUP di Sulawesi Tengah,” tegas Africhal.