PALU – Kekerasan terhadap Wartawan kembali terjadi. Aksi arogansi ditujukan kepada salah satu oknum Anggota Satpol PP yang melarang wartawan Tribun Palu saat melakukan peliputan pengibaran bendera merah putih di Kantor Wali Kota Palu, pada Rabu 17 Agustus 2022.
Kejadian bermula saat Jolinda Goeldie wartawan Tribun yang ditugaskan meliput HUT Kemerdekaan RI ke-77 di Kantor Wali Kota Palu.
Saat hendak melaporkan kegiatan melalui siaran langsung, tiba-tiba oknum Anggota Satpol PP Palu menghampiri Jolinda dan melempar ponsel Jolinda hingga jatuh ke tanah.
Akibat insiden tersebut, ponsel miliknya mengalami kerusakan dan dikabarkan Jolinda trauma atas kejadian tersebut.
Baca juga: Oknum Anggota Polda Sulteng Terima Suap Rp.4,4 M Dari Casis
Sementara melalui pesan WhatsApp, Kepala Satpol PP Palu, Trisno Yunianto, mengklarifikasi kejadian tersebut. Dia katakan bahwa kejadian yang dialporkan oleh Anggota Satpol PP berbeda dengan keterangan milik Jolinda.
“Wartawan dilarang mondar-mandir saat pengibaran bendera merah putih, namun dia tetap mondar-mandir sehingga salah satu petugas kami menarik tangannya. Pada saat ditarik hp milik dia jatuh ke tanah jadi bukan kami lempar, banyak saksi yang melihat,” tulis Trisno melalui via WhatsApp.
Sementara, terkait arogansi oknum Satpol PP. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu memberikan pernyataan tegas terhadap insiden tersebut.
Sikap arogansi oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Palu dipertontonkan saat upacara Peringatan HUT Proklamasi ke 77, Rabu (17/8/2022) di kantor Wali Kota Palu. Korbannya seorang jurnalis wanita yang bekerja di Tribun Palu, yang juga mengalami tindakan kekerasan.
Korban atas nama Regina Goldie Jolinda Amoreka, yang diundang dan ditugaskan redaksi Tribun Palu, melakukan peliputan dan live streaming di lokasi upacara. Saat itu, Jolinda melaporkan langsung situasi juga jalannya kegiatan upacara.
Saat melakukan live streaming posisi korban berada di kumpulan wartawan lainnya. Namun karena agak berisik, Jolinda pun berpindah ke dekat undangan upacara dengan terlebih dahulu meminta izin kepada petugas Satpol PP lainnya.
Oleh petugas tersebut, dia diminta berpindah lagi ke kumpulan pegawai Kominfo Kota Palu yang juga melakukan peliputan.
Saat tengah melaporkan jalannya pengibaran bendera, tiba-tiba salah seorang oknum yang diketahui anggota Satpl PP Kota, langsung menarik handphone milik reporter Tribun Palu itu dari arah belakang hingga terjatuh ke tanah. Tidak hanya itu, sebelum menarik handphone bahu dari jurnalis wanita ini, sempat ditarik oknum tersebut.
Aksi perampasan handphone ini, sempat membuat korban shock hingga menangis di tempat acara, namun ditenangkan sejumlah pegawai Kominfo. Handphone miliknya yang dibuang pun mengalami lecet-lecet.
Sedangkan oknum Satpol PP tersebut langsung meninggalkan Joldi tanpa sedikitpun berbicara.
Diketahui, bahwa oknum Satpol PP yang mengenakan seragam PDL itu, sudah mengikuti Jolinda dari tempat tenda undangan. Karena Joldi sempat melihat oknum tersebut juga berada di sekitar tenda undangan tempatnya berdiri semula.
Ternyata, tidak hanya Jolinda, ada pula jurnalis wanita lainnya yang juga mengalami tindakan intimidasi. Katrin, jurnalis media online Like.id turut dilarang oknum anggota Satpol PP mengambil gambar.
Padahal posisi Katrin berada di dekat Humas Pemkot dan Kominfo serta satu wartawan tv. Oknum Satpol PP tersebut juga sempat mencolek pundak Katrin dan memintanya untuk mundur dari tempatnya berdiri. Tidak hanya sekali mencolek, namun hingga lima kali sembari menarik tas milik Katrin.
Menyikapi hal tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, menganggap tindakan-tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap Wartawan dalam menjalankan tugas-tugasnya secara nyata telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4. Di sana disebut: “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Yang dimaksud dalam pasal ini, seperti tertulis pada bagian penjelasan, adalah pers bebas dari “tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.”
Sanksi diatur dalam Pasal 18. Di sana disebut siapa saja yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terhambatnya kemerdekaan pers “dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Atas dasar tersebut, AJI Palu mengecam keras segala bentuk-bentuk intimidasi maupun kekerasan yang dilakukan terhadap jurnalis. Untuk itu AJI Palu mendesak:
1. Wali Kota Palu memberikan sanksi berat kepada oknum Satpol PP, yang telah melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis, yang notabenenya diundang oleh Wali Kota untuk melakukan peliputan.
2. Melakukan proses baik disiplin maupun pidana kepada oknum Satpol PP yang melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tentang Pers. Sebagai efek jerah.
3. Memberikan pemahaman kepada anggota Satpol PP tentang tugas-tugas jurnalistik dan juga undng-undang pers..
4. AJI Palu meminta masyarakat maupun aparat negara menghargai tugas-tugas jurnalistik oleh jurnalis, khususnya jurnalis perempuan yang rentan mendapat kekerasan. (KS)
Ikuti juga kami di Instagram Kabar Sulteng: Instagram