PALU, KABAR SULTENG – Pendapatan daerah dari sektor tambang yang dinilai rendah mendapat sorotan dari Ketua DPRD Sulteng, H. Mohammad Arus Abdul Karim.
Hal itu disampaikan oleh Arus kepada kabarsulteng.id usai memimpin agenda rapat Badan Musyarawah DPRD Sulteng bersama sejumlah legislator serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis di Gedung B DPRD Sulteng, Senin (03/11/2025).
“Potensi pendapatan itu terbilang rendah kalau sumbernya hanya di hulu atau mulut tambang. Tetapi, jika pengelolaan dilakukan juga di hilir maka itu bisa ditingkatkan. Sudah seharusnya daerah seperti Sulteng, pengelolaannya harus dari hulu ke hilir,” ujar Arus.
Persoalan ini berangkat dari transfer ke daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH) minerba, di mana dari kontribusi pendapatan ke negara dari sektor tambang sebesar Rp571 triliun, tetapi Sulteng hanya beroleh Rp222 miliar.
Arus yang juga legislator dapil Sulteng 1 itu menjelaskan bahwa sistem pengelolaan yang berlaku saat ini, potensi pendapatan daerah menjadi kecil karena sebagian besar pajak dan royalti ditarik dari aktivitas hilir (pengolahan).
“Tentu sesuai tugas dan tanggung jawab kami, kami juga berupaya agar pendapatan daerah kita bertambah. Satu di antaranya melalui pembentukan kaukus DPRD provinsi penghasil nikel yang digagas oleh kawan-kawan komisi III DPRD Sulteng,” kata Arus.
Baca juga: Ramai Masalah Pertambangan Tak Berizin, Begini Tanggapan Ketua DPRD Sulteng
Menurutnya, keberadaan Kaukus DPRD Provinsi Penghasil Nikel sebagai langkah strategis dan krusial untuk memperkuat posisi tawar pemerintah daerah di hadapan pemerintah pusat.
Politisi Partai Golkar ini juga menilai jika rumus DBH minerba yang berlaku terlalu sentralistik dan tidak mempertimbangkan nilai tambah industri serta dampak lingkungan yang ditanggung daerah.
“Kaukus ini sejalan dengan kebijakan Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia, terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bertujuan memaksimalkan peran perusahaan di daerah, sehingga pengumpulan pajak dapat terjadi di sepanjang rantai pasok, tidak hanya terfokus di hilir,” tambahnya.
Perlu diketahui, Kaukus DPRD Provinsi Penghasil Nikel beranggotakan lima provinsi penghasil nikel terbesar di Indonesia, yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat Daya.
Aliansi parlemen lintas provinsi ini dibentuk sebagai respons tegas terhadap formula Dana Bagi Hasil (DBH) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang dinilai tidak proporsional dan merugikan daerah penghasil.
Kaukus DPRD Penghasil Nikel telah merencanakan langkah konkret selanjutnya, yaitu membentuk Tim Kerja Nasional. Tim ini bertugas menyusun rekomendasi untuk merevisi aturan turunan dari Undang-Undang (UU) nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
Untuk menyusun advokasi strategi nasional, pertemuan lanjutan kaukus digelar berlangsung di Kota Palu pada Desember 2025. Rencananya, pertemuan tersebut akan melibatkan audiensi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan anggota DPR RI.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Official klik di sini





