PALU, KABAR SULTENG – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyoroti sejumlah tantangan serius yang harus dihadapi pemerintahan Anwar Hafid dan Reny Lamadjido, terutama di sektor industri ekstraktif pertambangan.
Koordinator JATAM Sulteng, Moh. Taufik, S.H., menyebut masalah krusial pertama berada di wilayah pesisir Palu-Donggala. Ia menekankan bahwa aktivitas pertambangan pasir dan batuan di kawasan tersebut harus segera ditangani karena dampaknya sangat meresahkan.
“Bukan hanya warga sekitar tambang yang terdampak ISPA, banjir, dan longsor, tetapi juga masyarakat Kota Palu dan sekitarnya ikut merasakan dampaknya,” ujar Taufik dalam rilis tertulisnya, Kamis (15/5/2025).
Baca juga: 2 Desa di Kecamatan Pipikoro Terima SK Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dari Pemkab Sigi
Menurutnya, pemerintah provinsi Sulteng di bawah kepemimpinan Anwar-Reny perlu mengevaluasi serius tambang-tambang yang tidak sesuai peruntukan ruang. Ia mendesak pemerintah bertindak tegas, bahkan mencabut izin perusahaan tambang yang melanggar.
“Beberapa waktu lalu, sebelum pelantikan Anwar-Reny, longsor terjadi di salah satu tambang di pesisir Donggala. Ini jadi bukti bahwa pemerintah harus menunjukkan ketegasan terhadap aktivitas tambang pasir dan batuan di wilayah tersebut,” tegas Taufik.
Tantangan berikutnya, kata Taufik, berasal dari potensi konflik dan kerusakan ekologis akibat rencana tambang batuan gamping di Kabupaten Banggai Kepulauan. Ia mendesak pemerintahan Anwar-Reny mengevaluasi seluruh izin pencadangan tambang di wilayah ini.
JATAM mencatat bahwa 97 persen wilayah Banggai Kepulauan merupakan kawasan karst. Jika ditambang, fungsi ekologis kawasan ini bisa rusak parah. Selain itu, Banggai Kepulauan juga masuk dalam wilayah konservasi laut dan zona ekonomi eksklusif yang dilindungi kementerian.
JATAM juga mendesak pemerintahan Anwar-Reny merekomendasikan kepada Kementerian ESDM untuk mengevaluasi seluruh aktivitas pertambangan nikel di Sulawesi Tengah. Mereka menilai kegiatan ini telah mencemari sumber air dan lahan pertanian warga, serta merusak wilayah pesisir.
“Tambang nikel bahkan menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat pesisir. Pemerintah harus segera mengusulkan evaluasi total sebelum konflik dan kerusakan makin meluas,” kata Taufik.
Tantangan lain yang tak kalah penting adalah maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di Palu, Parigi Moutong, Buol, dan Donggala. JATAM menilai Anwar-Reny harus mendorong penegakan hukum yang tegas untuk menghentikan praktik ini.
“PETI menyebabkan kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang massif. Pemerintah tidak boleh membiarkan segelintir orang merusak lingkungan demi keuntungan pribadi,” tegasnya.
Taufik menegaskan, keempat poin di atas menjadi pekerjaan rumah utama yang harus dituntaskan pemerintahan Anwar-Reny dalam lima tahun ke depan. Jika tidak, Sulteng berisiko menghadapi kebangkrutan ekologi dan konflik sosial yang berkepanjangan.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Official klik di sini