PALU, KABAR SULTENG – Penggunaan bahan peledak atau blasting oleh PT Citra Palu Minerals (CPM) di Poboya, Kota Palu, mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menjelaskan bahwa blasting merupakan metode yang sah dalam pertambangan, asalkan memenuhi regulasi yang ketat.
Baca juga: PT CPM Pastikan Tak Ada PHK Karyawan dan Pemutusan Kontrak dengan AKM
“Metode blasting boleh digunakan, tetapi harus didukung dokumen perencanaan, seperti yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Selain itu, pelaksanaannya memerlukan izin khusus dari Kementerian ESDM dan kepolisian,” ujar Bisman saat dihubungi, Jumat (07/02/2025).
Ia menambahkan bahwa perusahaan wajib melibatkan tenaga ahli atau juru ledak bersertifikasi guna memastikan keamanan dan kepatuhan terhadap regulasi.
Sebagai informasi, CPM melakukan peledakan pertama (first blasting) pada awal 2023 dengan menggandeng PT DAHANA, BUMN yang bergerak di sektor bahan peledak dan energi tinggi untuk pertambangan.
“Setelah izin dan persyaratan teknis dipenuhi, perusahaan harus memperhatikan mitigasi dampak terhadap lingkungan dan masyarakat, sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan,” jelas Bisman.
Salah satu aspek utama dalam kegiatan blasting adalah penerapan jarak aman, sebagaimana diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1827 Tahun 2018.
Peraturan tersebut menetapkan jarak aman peledakan minimal 300 meter untuk alat dan fasilitas pertambangan, serta 500 meter untuk manusia dari titik peledakan, diukur secara horizontal atau berdasarkan kajian teknis.
Menurut Bisman, meskipun prosedur blasting telah sesuai regulasi, komunikasi dengan masyarakat tetap menjadi faktor penting.
“Jika peledakan tidak menimbulkan dampak signifikan, seharusnya tidak ada masalah. Namun, jika terjadi getaran yang berpotensi merusak properti, maka perlu dilakukan kajian apakah benar disebabkan oleh blasting,” ujarnya.
Selain teknik peledakan, Bisman juga menyoroti rencana tambang bawah tanah (underground mining) CPM di Poboya. Menurutnya, tambang bawah tanah untuk komoditas emas di Indonesia saat ini hanya dikelola oleh PT Freeport Indonesia.
“Untuk tambang bawah tanah batu bara, metode ini baru diterapkan di Sumatra Barat dan Kalimantan Selatan. Proses perizinannya sangat ketat karena teknologinya kompleks dan risikonya tinggi,” ungkapnya.
Bisman menegaskan bahwa tambang bawah tanah bisa dilakukan asalkan memenuhi persyaratan yang ketat dan memiliki teknologi yang memadai guna mengurangi risiko operasional.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Offisial KabarSulteng.id