TRAFIK new media bergerak begitu cepat, era digital seolah-olah menjadi transportasi baru bagi perkembangan informasi yang memiliki kecepatan di atas rata-rata.
Hadirnya internet memaksa media pers konvensional, seperti media cetak, radio, televisi ikut bertransformasi ke online melalui berbagai platform media sosial.
Semua itu mau tidak mau harus dilakukan karena permintaan pasar informasi saat ini didominasi diakses melalui jejaring media sosial, melalui penyebaran link-link informasi yang bertebaran.
Baca juga: ‘Uji Nyali’ Anak Para Pesohor Sulteng di Politik 2024
Media Pers pun kini telah meleburkan diri dalam permintaan pasar pembaca saat ini, jika tidak, siap-siap akan menjadi sama dengan media-media pers konvensional yang lebih dulu tutup.
Sejumlah media pers besar, baik cetak, tv dan radio hampir tidak ada yang memiliki official media sosial, media sosial menjadi new media sebagai jejaring yang potensial menyebarkan informasi dari media pers kepada publik.
Bahkan saat ini banyak akun-akun media sosial dengan follower besar, yang mengemas kontennya mirip dengan kerja-kerja jurnalisme atau sekadar mengutip dari media pers melalui tangkapan layar portal berita kini menjadi acuan publik dalam mendapatkan informasi terkini.
Baca juga: Dapil Neraka Kota Palu, Persaingan Ketat Caleg Incumbent dan Caleg Pendatang Baru
Tidak jarang akun akun media sosial yang memiliki follower besar, bisa membangun jejaring kerjasama dengan pihak pemerintah, swasta, lembaga bisnis maupun UMKM dan mendapatkan income dari iklan-iklan yang bertengger di platform media sosial yang memiliki follower besar.
Media pers pun kini, membangun official media sosialnya selain untuk menjadi jejaring penyebaran berita-beritanya, juga ingin menarik pengiklan maupun pihak yang ingin bekerjasama mendatangkan income bagi media pers.
Yang lebih mengejutkan lagi, hadirnya platform berita di mesin pencarian google membuat sejumlah pengolah informasi menciptakan bentuk-bentuk informasi yang bisa mencuri perhatian google atau mendesain informasi dalam sejumlah portal web yang menyajikan informasi dalam bentuk tulisan yang sedang dicari pembaca atau yang sedang viral.
Kelompok penyedia informasi yang kini berkembang pesat disebut sebagai konten creator atau saya mengistilahkan sebagai jurnalisme konten.
Para jurnalis konten ini tidak wajib melakukan aktivitas jurnalisme sesungguhnya, tidak wajib turun lapangan meliput, mengumpulkan data, wawancara, melihat langsung ataupun mengambil gambar di lapangan.
Jurnalis konten ini hanya butuh berselancar di media sosial, atau mengunjungi laman-laman web site yang bisa dijadikan konten, yang diolah sedemikian rupa, membuat judul menggelitik dan tidak jarang tidak sesuai judul dan isi berita. Cukup mencantumkan sumber dari laman atau media sosial dan sumber foto, artikel bisa tayang.
Tidak dapat dipungkiri, saat ini sejumlah media pers mulai mengadopsi pola penulisan jurnalisme konten. Hal itu harus dilakukan karena ternyata sejumlah media-media yang menerapkan pola penulisan jurnalisme konten pendapatannya dari iklan online dan gaji kreatornya mengalahkan media-media pers dan gaji para wartawan yang bekerja di beberapa media besar yang ada di Indonesia.
Belum lagi saat ini hadirnya teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasaan buatan yang juga menjadi ancaman baru baru bagi kerja-kerja jurnalisme. AI pun saat ini sudah diterapkan di sejumlah media-media pers.
Hadirnya new media dengan berbagai penawaran menarik kepada pembaca kekinian, mengakses informasi dalam satu genggaman gaway yang kian beragam, menjadi ujian apakah mempertahankan idealis jurnalisme atau ikut meleburkan diri.
Bagaimana dengan usulan Dewan Pers kepada pemerintah terkait Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights Jurnalisme Berkualitas ?
Akankan menjadi solusi jurnalisme berkualitas dan mengantarkan karya jurnalis menjadi lebih dihargai secara finansial ? atau hanya akan membatasi peluang-peluang pelaku creator untuk berkreasi memenuhi keinginan public untuk mendapatkan informasi yang mereka minati ? Menarik untuk didiskusikan. ***
Oleh : Rony Sandhi/ Salah Satu Jurnalis di Kota Palu