Rencana Gubernur Sulteng Bentuk Satgas Pertambangan Dinilai Penting dan Mendesak, Lemahnya Penegakan Hukum Disorot

Rencana Gubernur Sulteng Bentuk Satgas Pertambangan Dinilai Penting dan Mendesak, Lemahnya Penegakan Hukum Disorot
Moh. Jabir. (IST)

PALU, KABAR SULTENG – Rencana Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang fokus pada isu pertambangan, kerusakan lingkungan, pembalakan liar, serta pengawasan minyak dan gas, dinilai sebagai langkah penting dan mendesak.

Moh. Jabir, Inisiator Pemuda BERANI Sulteng, menegaskan bahwa praktik illegal mining di Sulteng berlangsung massif dan tidak terkendali. Ia menilai pemerintah belum menunjukkan keseriusan menyelesaikan persoalan tersebut.

Bacaan Lainnya

“Maraknya penambangan ilegal di Sulteng juga dipicu oleh ledakan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan pembukaan lapangan kerja,” ujar Jabir dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/5/2025).

Namun, Jabir menilai akar masalah utama terletak pada lemahnya aparat penegak hukum dalam menindak pelanggaran di sektor pertambangan. Bahkan, ada indikasi keterlibatan oknum yang justru mengambil keuntungan dari praktik ilegal tersebut.

Baca juga: Usaha Perhutanan Sosial Sulteng Didorong Lewat Workshop Offtaker di Palu

“Kelompok-kelompok penambang ilegal bahkan diduga terafiliasi dengan oknum aparat. Akibatnya, para pelaku merasa terlindungi dan bebas menjalankan aktivitas merusak,” tegasnya.

Jabir mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga 2025, keuntungan dari penambangan ilegal di Sulteng ditaksir mencapai Rp100 miliar per bulan. Ia menyoroti aktivitas terbesar terjadi di Kelurahan Poboya, Kota Palu, dengan modus berlindung di balik Kontrak Karya PT Citra Palu Mineral, seperti yang dilakukan oleh PT AKM.

“PT AKM sebenarnya bukan pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), hanya penyedia alat berat. Tapi dibiarkan karena diduga dilindungi kelompok kuat yang kebal hukum,” jelasnya.

Penambangan ilegal juga marak di Kabupaten Parigi Moutong, Buol, dan Tolitoli. Jabir menyebut modusnya melibatkan kelompok masyarakat dan oknum tertentu, sehingga sulit disentuh oleh aparat.

Di Tambarana, Kabupaten Poso, longsor yang terjadi di lokasi tambang ilegal pada akhir 2024 menewaskan sejumlah warga. Ia menilai tragedi tersebut mencerminkan abainya pemerintah dalam melindungi nyawa rakyat.

Jabir juga menyoroti kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang disebabkan oleh tambang, termasuk sepanjang jalan Palu-Donggala. Ia mencatat ada 32 titik jalan rusak dan lima kali akses jalan putus akibat banjir karena hutan di hulu rusak parah.

“Pembiaran terhadap kejahatan tambang sama saja dengan melindungi kejahatan,” tegas Jabir.

Ia mengutip UU No. 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara RI, yang menegaskan bahwa penegakan hukum adalah fungsi wajib yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

“Jika hukum tidak ditegakkan, wajah penegakan hukum akan selalu bopeng akibat pembiaran,” tambahnya.

Jabir juga menyoroti pembiaran lain yang menyebabkan kekayaan alam Sulteng diambil tanpa memberi kontribusi pada daerah. Dampaknya, bencana seperti banjir dan longsor dianggap biasa, padahal bisa dicegah dengan pengawasan sejak awal.

Jabir juga menyinggung peredaran BBM di Sulteng yang tidak transparan. Menurutnya, ada oknum yang memainkan distribusi BBM demi keuntungan pribadi. Hal serupa terjadi pada gas Elpiji 3 kg yang kerap langka karena diduga adanya permainan distribusi.

“Kami mendukung penuh rencana Gubernur Sulteng membentuk Satgas untuk mengawasi kekayaan alam dan menyelesaikan masalah-masalah mendasar rakyat Sulteng,” tegas Jabir.

Menurutnya, pembentukan Satgas ini sangat penting dan mendesak sebagai langkah konkret untuk menghentikan kebocoran kekayaan negara.***

 

Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Official klik di sini

Pos terkait