PALU, KABAR SULTENG – Kuasa hukum pelapor kasus pemalsuan akta notaris, Fahri Timur, mengadukan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) ke Komisi III DPR RI atas penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap tersangka Waris Abbas. Kasus ini awalnya dilaporkan oleh kliennya, Soerianto Soewardi.
Selain mengadukan ke Komisi III DPR RI, kuasa hukum pelapor juga telah mengadukan masalah ini ke Wakil Presiden RI, Kompolnas, Divpropam, hingga Irwasum Polri.
Fahri menegaskan, langkah ini bertujuan mencari keadilan serta mengkritisi proses penegakan hukum yang dinilai tidak transparan soal SP3 kasus pemalsuan akta notaris yang ditangani Polda Sulteng.
“Kami melihat adanya indikasi pelanggaran kode etik oleh Ditreskrimum Polda Sulteng dalam penerbitan SP3 ini. Pihak-pihak yang terlibat bisa dikenakan pidana dan dianggap melanggar disiplin profesional,” tegas Fahri Timur saat ditemui awak media di Palu, Selasa (11/2/2025).
Fahri menilai penghentian penyidikan ini tidak sesuai prosedur. Menurutnya, alasan Ditreskrimum Polda Sulteng dalam menerbitkan SP3 kasus pemalsuan akta notaris bertentangan dengan hukum yang berlaku.
“Secara materiil, dasar penghentian penyidikan ini tidak kuat secara hukum. SP3 ini cacat hukum,” ungkapnya.
Yang lebih mengejutkan, status tersangka Waris Abbas yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Polda Sulteng justru dianulir. Padahal, Pengadilan Negeri Palu melalui putusan praperadilan telah memerintahkan agar penyidikan terhadap kasus ini dilanjutkan.
“Kami memiliki dasar hukum yang kuat. Keputusan praperadilan memenangkan gugatan kami dan memerintahkan Polda Sulteng melanjutkan penyidikan terhadap Waris Abbas,” jelas Fahri.
Namun, Polda Sulteng tetap tidak menjalankan perintah tersebut, yang dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan.
“Ini bukan sekadar soal menang atau kalah, tetapi menyangkut keadilan dan integritas proses hukum di Polda Sulteng,” tambahnya.
Kuasa hukum pelapor lainnya, Harmin, juga mencurigai adanya intervensi dari pihak tertentu yang menyebabkan kasus ini mandek.
“Penghentian penyidikan ini tidak mungkin terjadi tanpa alasan. Kami menduga ada intervensi, meskipun belum bisa memastikan siapa yang terlibat. Hal ini masih kami usut,” kata Harmin.
Sementara itu, Polda Sulteng mengklaim bahwa proses gelar perkara khusus hingga penerbitan SP3 telah dilakukan secara profesional. Namun, menurut Harmin, terdapat banyak kejanggalan dalam prosedur yang ditempuh.
“Mereka berdalih ingin menguji kembali bukti yang diajukan, padahal bukti tersebut telah diuji dua kali di pengadilan dan dinyatakan sah. Lalu, apa lagi yang perlu diuji? Ini menimbulkan pertanyaan bagi kami,” tandasnya.
Dikonfirmasi, Kasubbid Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Sulteng, AKBP Sugeng Lestari, menegaskan bahwa setiap warga negara berhak melapor jika merasa tidak puas dengan pelayanan penegakan hukum, termasuk ke Komisi III DPR RI sebagai pengawas eksternal.
“SP3 diterbitkan berarti penyidik mempunyai pertimbangan dan alasan yang memenuhi syarat penghentian penyidikan,” jelas Sugeng.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Offisial KabarSulteng.id