Jurnalis Sulteng Tolak Keras Revisi UU Penyiaran: Demi Kemerdekaan Pers dan Demokrasi

Jurnalis Sulteng Tolak Keras Revisi UU Penyiaran: Demi Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Jumat (24/5/2024). (Foto: M Taufan)

Jurnalis Sulteng Tolak Keras Revisi UU Penyiaran

PALU, KABAR SULTENG – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar aksi unjuk rasa di Tugu Nol Kilometer, Jalan Hasanudin, Kota Palu, pada hari Jumat (24/5/2024). Aksi ini dilakukan untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Bacaan Lainnya

Puluhan jurnalis Sulteng ini terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng,

Baca juga: Aksi Pembagian Masker di Buluri, Protes Debu Tambang Galian C Palu-Donggala

Mereka menilai revisi UU Penyiaran tersebut berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan berekspresi, khususnya di platform digital. Hal ini dikarenakan revisi tersebut memperluas definisi penyiaran dengan mencakup teknologi digital seperti internet, dan melarang penayangan jurnalisme investigasi.

Koordinator lapangan (Korlap) Aliansi Jurnalis Sulteng, Andi Saiful, menyampaikan beberapa alasan penolakan revisi UU Penyiaran, di antaranya perluasan definisi penyiaran.

Dikhawatirkan kontrol platform digital lebih ketat dan ruang jurnalisme di internet terbatas,” ujar Andi.

Kemudian, pelarangan jurnalisme investigasi, dimana hal ini dinilai akan membungkam jurnalisme investigasi dan menghambat upaya mengungkap kebenaran.

Menurut Andi, revisi UU Penyiaran ini bukan hanya berdampak pada jurnalis, tetapi juga pada masyarakat secara luas.

“Masyarakat yang rugi, tidak mendapatkan informasi terbaik dan kredibel,” ujarnya.

Ketua AJI Palu, Yardin Hasan, menambahkan bahwa revisi UU Penyiaran merupakan “kado pahit” di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Presiden Joko Widodo di ujung pemerintahannya membungkam demokrasi, membatasi kebebasan berpendapat dengan aturan ugal-ugalan,” katanya.

Sementara, Moh Taufi, dari JATAM Sulteng, dalam orasinya mengatakan , bila revisi RUU Penyiaran disahkan maka berita-berita berkualitas tidak akan dinikmati.

“Maka koalisi Jurnalis Sulteng menolak revisi RUU penyiaran,sebab tidak ada jaminan pemberitaan berkualitas, kritik terhadap negara, ketika revisi UU tersebut akan disahkan oleh negara,”ujarnya.

Ia menyebutkan ,revisi RUU penyiaran adalah upaya pembungkaman kebebasan berpendapat, dilakukan oleh negara.

Olehnya sebut dia ,pihaknya dari organisasi masyarakat civil (CSO) turut bersolidaritas terhadap sikap jurnalis yang menolak revisi Undang-undang penyiaran.***

Pos terkait