Tanah dan Pohon Kelapa Warga Pandere Sigi Tergusur Proyek Jalan Lingkar, Ganti Rugi Nol

Tanah dan Pohon Kelapa Warga Pandere Sigi Tergusur Proyek Jalan Lingkar, Ganti Rugi Nol
Potret jalan lingkar di Dusun 4 Saluponi, Desa Pandere, Kabupaten Sigi. (Foto: Bayu/kabarsulteng.id)

SIGI, KABAR SULTENG – Pembangunan jalan lingkar Bora–Pandere meninggalkan pertanyaan bagi sejumlah warga pemilik lahan.

Proyek jalan lingkar yang menghubungkan Desa Bora, Kecamatan Biromaru dengan Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi ini berdampak langsung terhadap lahan dan puluhan pohon kelapa milik warga Dusun 4 Saluponi, Desa Pandere.

Bacaan Lainnya

Warga mengeluhkan tanah mereka digusur tanpa adanya ganti rugi dari pemerintah setempat.

Pembangunan jalan lingkar Bora–Pandere, Sigi, sudah dimulai sejak sebelum gempa 18 September 2018.

Proyek ini digagas pada masa Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta, dengan tujuan mempercepat distribusi hasil pertanian ke pasar serta membuka kawasan ekonomi baru di Sigi.

Baca juga: Akses Warga ke Dusun Kangkuro Lindu Memprihatinkan, Ini Janji Bupati Sigi Usai Tutup Tambang Ilegal

Rizal Badawi, salah satu pemilik lahan di Dusun 4 Saluponi, mengungkapkan bahwa sekitar 900 meter tanah miliknya beserta puluhan pohon kelapa ikut digusur tanpa ganti rugi.

“Sampai sekarang kami tidak pernah menerima ganti rugi, baik untuk tanah maupun pohon kelapa yang digusur sejak pembukaan lahan tahun 2018,” kata Rizal saat ditemui di Dusun Saluponi, Desa Pandere, Selasa (29/4/2025).

Menurut Rizal, keluarganya bahkan tidak pernah diundang dalam sosialisasi pembukaan jalan tersebut.

“Pemerintah Desa Pandere maupun pihak penyelenggara tidak pernah memanggil kami untuk sosialisasi pembukaan lahan. Tiba-tiba saja digusur,” ujarnya.

Rizal mempertanyakan, apakah proyek pembangunan jalan itu memang tidak menyediakan ganti rugi, meskipun secara nyata merampas hak warga.

“Hak kami digusur semena-mena. Kami sudah berulang kali menyuarakan ini, tapi sampai sekarang belum ada itikad baik dari pemerintah,” tambahnya.

Ironisnya, Rizal menyebut mereka masih tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk tanah tersebut.

Adiknya, Nuriadin Badawi, menambahkan bahwa tanah dan pohon kelapa yang digusur merupakan warisan dari orang tua mereka yang telah dikelola puluhan tahun.

“Itu tanah orang tua kami, yang kami rawat bertahun-tahun. Pohon kelapa itu di tanam orang tua dengan susah payah, tapi semua diratakan dalam sekejap tanpa ganti rugi,” kata Nuriadin.

Nuriadin menegaskan bahwa mereka mendukung pembangunan jalan untuk kepentingan umum, namun tetap mengharapkan hak mereka dihargai.

“Ini negara hukum. Semua ada mekanismenya. Hak kami akan tetap kami perjuangkan,” tegasnya.

Senada, Redi, warga Dusun 4 Saluponi, juga mengalami hal serupa.

Ia menyebutkan, lebih dari 20 pohon kelapa di lahannya ikut digusur tanpa ada kompensasi.

“Sudah bertahun-tahun kami menunggu ganti rugi, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Kami bingung harus kemana memperjuangkan hak kami,” keluh Redi.

Mardia, warga lain di lokasi itu, juga mengungkapkan hal yang sama. Lahan kecil miliknya tepat di depan rumah juga ikut digusur tanpa ganti rugi.

“Lahan saya yang tak seberapa juga kena gusur tanpa ganti rugi. Sudah bertahun-tahun, belum ada penyelesaian,” ujar Mardia.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Edy Dwi Saputro yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatssApp, pada Rabu (30/4), belum memberikan tanggapan.

“Saya masih di luar kota ini pak, nanti balik baru saya kasih keterangan,” ucapnya.

Diketahui, ruas jalan Bora–Pandere membentang sepanjang 22,6 kilometer, menghubungkan Desa Bora di Kecamatan Sigi Kota dengan Desa Pandere di Kecamatan Gumbasa.***

Pos terkait