KABARSULTENG.ID, – Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng memenuhi undangan pemerintah Amerika Serikat untuk mengikuti kegiatan International Visitor Leadership Program 2022 selama sebulan.
Dalam pertemuan tersebut, pembahasan mengenai perlindungan lingkungan dari ekspansi industri ekstraktif di Sulteng menjadi isu prioritas.
Mengingat Sulteng saat ini menjadi wilayah yang mempunyai kekayaan sumber daya alam (SDA) di sektor pertambangan maupun perkebunan.
Selama sebulan penuh FRAS dan JATAM akan menemui dan berdiskusi bersama beberapa Lembaga negara Amerika Serikat diantaranya Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Eva Bande sebagai perwakilan FRAS Sulteng yang mengikuti IVLP 2022, menyampaikan, FRAS Sulteng sebagai aliansi yang fokus melakukan kerja-kerja advokasi di sektor SDA melihat bahwa penting mendiskusikan berbagai macam persoalan konflik SDA di Indonesia khususnya di Sulteng.
“Pertambangan dan Perkebunan sawit skala besar secara nyata memberikan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan,” ujar Koordinator FRAS Sulteng, Eva Bande, Rabu (3/8/2022).
Perkebunan sawit saat ini berkontribusi terhadap bertambahnya deretan kasus konflik agraria meliputi perampasan lahan petani dan kriminalisasi.
“Dalam kesempatan yang baik ini, saya meminta kepada pemerintah Amerika Serikat untuk membantu menyerukan kepada perusahaan-perusahaan tambang dan perkebunan sawit yang beroperasi di Indonesia mematuhi perlindungan lingkungan dan Hak Asasi Manusia, tidak melakukan pengrusakan hutan, perampasan lahan dan kriminalisasi terhadap masyarakat” demikian ungkap Koord FRAS Sulteng.
Dalam kesempatan yang sama, forum diskusi tersebut juga di manfaatkan oleh Moh Taufik perwakilan dari JATAM Sulteng, ia mengatakan, saat ini di Sulteng khususnya di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara menjadi konsentrasi pembangunan pabrik smelter nikel terbesar di dunia.
Kasus pencemaran lingkungan akibat limbah tailing pertambangan, pencemaran debu PLTU batu bara saat ini menjadi masalah serius yang di hadapi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah lingkar tambang.
“Perlu untuk memperkuat hak veto rakyat dalam urusan pengelolaan sumber daya alam, mengingat yang paling merasakan dampak buruk dari keberadaan operasi perusahaan-perusahaan tersebut adalah masyarakat. Dalam konteks kasus di Sulawesi Tengah yang kami advokasi, perusahaan yang notabene mempunyai banyak uang selalu menggunakan kekuasaannya untuk melemahkan posisi rakyat” Ucap Direktur Jatam Sulteng tersebut
Di akhir kegiatan FRAS dan JATAM berharap akan ada beberapa kesepakatan bersama dengan pemerintah Amerika Serikat untuk mengerjakan atau menindaklanjuti garis-garis besar pendiskusian selama sebulan ini dalam kegiatan IVLP 2022.(*)