MORUT, – Tindakan Polres Morowali Utara (Morut) melakukan penahanan terhadap M. Yahya dan Ancong mendapat kecaman dari Direktur Kantor Hukum TM. Etal dan Partners, Syahrudin Ariestal Douw.
Syahrudin menyampaikan M. Yahya alias papa Fauzan dan Ancong alias papà Adi itu merupakan masyarakat Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morut, Sulawesi Tengah. Keduanya ditahan Polres Morut karena memprotes tindakan PT. GNI (Gunbaster Nickel Industri).
“Polres Morut harusnya jadi pengayom rakyat, bukan jadi pengayom investasi. Kami mengecam dan akan menempuh upaya hukum terhadap prilaku diskriminatif dalam penegakan hukum di Morut ,” tegas Pengacara yang akrab disapa Etal itu, Rabu (15/2021).
Etal menjelaskan, protes M. Yahya dan Ancong ini bermula, saat PT. GNI dan perusahaan kontraktornya menggunakan jalan yang di bangun diatas lahan Saharudin, lahan tersebut merupakan lahan kosong dan memiliki bukti kepemilikan.
Saharudin dan M. Yahya ini telah membuat perjanjian tertulis pinjam pakai lahan dengan tujuan M. Yahya buat jalan untuk kepentingan mengeruk material diatas Izin usaha pertambangan milik M Yahya. Dari perjanjian keduanya itu, dibangunlah jalan pribadi menggunakan uang pribadi M. Yahya.
Sementara itu, tanpa sepengetahuan Yahya dan Saharudin, PT. GNI dan perusahaan kontraktor ikut menggunakan jalan yang dibangun secara pribadi tersebut.
“Saya tegaskan jalan itu menggunakan dana pribadi tidak dibantu dengan dana desa maupun dana APBD, akibat jalan itu digunakan oleh perusahaan – perusahaan itu, maka jalan tersebut mengalami kerusakan,” terang Etal
Sehingga, atas kerusakan jalan tersebut, Yahya dan Saharudin meminta agar perusahaan memperbaikinya. Namun, perusahaan tidak pernah memiliki itikad baik untuk memperbaiki jalan yang dibangun secara pribadi itu. Bahkan Yahya menawarkan kerjasama untuk memperbaiki jalan rusak itu, akan tetapi hasilnya nihil.
“Hal itu kenapa Yahya mengambil langkah tegas melarang perusahaan menggunakan jalan itu. Itu sebagai bentuk protesnya dengan melubangi jalan yang dia bangun, agar kendaraan perusahaan tidak bisa melewati jalan tersebut,” ucap Etal.
Demikian, kata Etal, protes itu berbuntut penjara, pihak perusahaan melaporkan Yahya dengan tuduhan pengrusakan jalan umum. Polres Morut dengan gesit memproses laporan perusahaan dengan menahan Yahya dan Ancong pada tanggal 19 Augustus 2021 hingga sekarang.
“Atas peristiwa itu, kami selaku kuasa hukum M. Yahya dan Ancong mengambil langkah hukum perdata dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Poso,” katanya.
Lanjut Etal, Laporan pada tanggal 24 Augustus 2021 dengan Nomor Registrasi Perkara 118/Pdt.G/2021/PN.Poso itu sebagai tergugat adalah PT. GNI menggunakan jalan pribadi M. Yahya, serta Turut tergugat Polres Morut sebagai pihak yang turut melakukan pembiaran dan Kades Bunta yang mengetahui dan mengesahkan kepemilikan lahan Saharudin dan perjanjian antara Saharudin dan M. Yahya.
“Proses persidangan telah Berjalan 2 kali, dan tahapan mediasi gagal,” ungkap Etal.
Tambahnya, dalam peristiwa yang lain, PT. GNI juga melakukan penggusuran lahan bersertifikat hak milik dan pengrusakan tanaman kakao sebanyak 200 pohon kakao.
“Sertifikat atas nama Saharudin itu sah sebagaimana seritifikat nomor: 01220 tanggal 4 April 2009. Tapi sayangnya pihak Polres seakan tutup mata dan tidak melindungi hak keperdataan masyarakat,” pungkas Etal.
Sampai berita ini diterbitkan, media ini belum mendapatkan konfirmasi dari pihak PT. GNI, Polres Morowali dan Kades Bunta.(*)/Ajir