PALU, KABAR SULTENG – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyoroti maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sulteng, khususnya di Parigi Moutong (Parimo) dan Poboya, Kota Palu.
Koordinator JATAM Sulteng, Moh. Taufik, SH, menduga bencana longsor di Desa Tirta Nagaya, Parimo, yang menewaskan beberapa orang baru-baru ini, terjadi akibat aktivitas PETI.
“Patut kita duga lokasi tempat kegiatan pertambangan emas ilegal di Desa Tirta Nagaya yang saat ini ramai diperbincangkan menjadi penyebabnya,” kata Taufik, Jumat (27/6/2025).
Taufik menegaskan bahwa meninggalnya warga yang tertimbun longsor di Desa Tirta Nagaya diduga kuat akibat aktivitas tambang ilegal.
“Ini menjadi catatan panjang korban-korban yang meninggal di lokasi PETI,” ujarnya.
Selain itu, Taufik juga menyoroti dua korban meninggal di lokasi PETI di Kelurahan Poboya, Kota Palu, yang diduga tertimbun material tambang ilegal.
“Korban-korban terus berjatuhan di lokasi tambang yang tidak berizin. Ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum terhadap PETI sehingga korban terus bertambah akibat tertimbun material tambang,” jelas Taufik.
JATAM Sulteng meminta negara bertanggung jawab atas semua korban yang meninggal di wilayah PETI atau tambang ilegal di Sulawesi Tengah, khususnya di Desa Tirta Nagaya, Parimo, dan Kelurahan Poboya, Kota Palu.
“Kami meminta pertanggungjawaban negara, karena aparat penegak hukum diduga telah melakukan pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal, yang akhirnya menelan korban jiwa,” tegasnya.
JATAM Sulteng juga mendesak Kapolda Sulteng untuk dicopot.
“Kami menduga Kapolda Sulteng hanya membiarkan pertambangan ilegal yang kini marak di Sulteng, tanpa ada penindakan serius, seperti yang terjadi di Tirta Nagaya dan Kelurahan Poboya,” pungkas Taufik.
Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienartono belum memberikan respon hingga berita ini diterbitkan.***