PALU, KABAR SULTENG – Maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sulawesi Tengah kembali menuai sorotan dari kalangan akademisi. Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Prof. Nur Sangadji, mengingatkan bahwa PETI bukan sekadar persoalan lingkungan dan keselamatan kerja, melainkan juga bentuk nyata pelanggaran terhadap prinsip bernegara.
“PETI itu pelanggaran nyata dalam bernegara. Semua pihak harus memahami konsekuensi hukumnya,” tegas Prof. Nur Sangadji.
Mantan Ketua HMI periode 1985 tersebut menilai, aktivitas PETI di sejumlah wilayah Sulawesi Tengah semakin tak terkendali. Kondisi ini memicu meningkatnya kecelakaan kerja serta konflik horizontal di tengah masyarakat. Ketiadaan izin resmi dan regulasi yang jelas membuat aktivitas penambangan berlangsung tanpa standar keselamatan maupun pengawasan yang memadai.
“Kecelakaan dan konflik muncul karena tidak ada mekanisme perizinan yang mengatur aktivitas penambangan itu,” ujarnya.
Baca juga: Alasan Gubernur Sulteng Marah Pohon Depan Rujab Ditebang, Hargai Legacy
Selain ancaman keselamatan, Prof. Nur Sangadji juga menyoroti penggunaan merkuri atau air raksa dalam proses pengolahan emas. Bahan kimia berbahaya tersebut dinilai menjadi ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
“Secara alamiah, air mengalir dari hulu ke hilir. Jika sungai di Poboya dan Vatutela tercemar merkuri, dampaknya bisa sampai ke Teluk Palu. Bukan tidak mungkin makhluk hidup di laut ikut terkontaminasi,” jelasnya.





