MOROWALI, KABAR SULTENG – Kemarahan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid, atas penebangan satu pohon di depan rumah jabatannya justru membuka kembali catatan lama jejak deforestasi di Morowali.
Sikap tegas tersebut berbanding terbalik dengan laju deforestasi yang terjadi saat dirinya menjabat sebagai Bupati Morowali selama dua periode, 2007–2018.
Berdasarkan data Auriga Nusantara, deforestasi Morowali di era Anwar Hafid mencapai puncak terburuk sepanjang sejarah daerah itu, dengan luas hutan yang hilang mencapai 16.035 hektare.
Angka tersebut menempatkan masa kepemimpinannya sebagai periode dengan tingkat pembabatan hutan tertinggi di Bumi Tepe Asa Maroso.
Jika dibandingkan, deforestasi pada masa kepemimpinan Andi Muhammad AB yang dilanjutkan Datlin Tamalagi (2002–2007) tercatat sebesar 3.973 hektare.
Sementara setelah Anwar Hafid lengser, tren kerusakan hutan kembali berlanjut di era Taslim (2018–2023) dengan luas deforestasi mencapai 9.021 hektare.
Namun, gabungan tiga periode kepemimpinan bupati tersebut tetap tidak mampu melampaui deforestasi Morowali di era Anwar Hafid.
Akumulasi kerusakan hutan dari Andi Muhammad AB, Datlin Tamalagi, dan Taslim hanya mencapai 12.994 hektare, atau masih terpaut sekitar 3.000 hektare dibandingkan rekor deforestasi pada masa Anwar Hafid.
Dengan demikian, rekor deforestasi Morowali tetap berada di tangan Anwar Hafid, sebagaimana tercermin dalam data pemantauan lembaga lingkungan independen tersebut.
Baca juga: Jejak Deforestasi Morowali di Balik Amarah Anwar Hafid Soal Satu Pohon
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Moh. Taufik, SH, menilai kemarahan Gubernur Sulteng semestinya tidak berhenti pada penebangan satu pohon di depan rumah jabatan.
“Kemarahan itu seharusnya juga diarahkan pada pembabatan hutan secara masif akibat aktivitas pertambangan. Penebangan dalam skala besar justru berpotensi memicu bencana,” ujar Taufik, Minggu (21/12/2025).
Ia menegaskan, empati terhadap lingkungan harus bersifat menyeluruh dan konsisten.
“Gubernur seharusnya memiliki empati yang sama terhadap kawasan hutan yang telah dikapling oleh perusahaan tambang, perkebunan sawit, dan aktivitas kehutanan. Kawasan-kawasan tersebut berpotensi habis ditebang, sebagaimana empatinya terhadap satu pohon di depan rujab,” tegasnya.
Lebih lanjut, Taufik menyoroti posisi geografis Sulawesi Tengah yang rawan bencana ekologis. Menurutnya, Morowali dan Morowali Utara termasuk wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana.
“Kami menduga berbagai bencana ekologis yang terjadi merupakan dampak langsung dari hilangnya kawasan hutan akibat ekspansi pertambangan,” katanya.
Tim Media telah berulang kali berupaya mengonfirmasi dan meminta tanggapan Gubernur Sulteng Anwar Hafid, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat respons.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Official klik di sini





