Palu, kabarsulteng.id – Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tengah (Sulteng) belum lama ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palu dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Putusan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap pertimbangan hakim yang terkesan mengabaikan bukti dan saksi yang dihadirkan oleh tergugat.
Pada tanggal 15 Februari 2023, Pengadilan Negeri Palu mengeluarkan putusan perdana yang memenangkan Penggugat dalam Perkara Nomor 107/pdt.G/PN.Pal. Putusan tersebut berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan saksi-saksi yang dihadirkan oleh pihak tergugat sehingga memberikan alasan yang jelas untuk mendukung putusan tersebut.
Atas putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri tersebut, Netty Kalengkongan, didampingi kuasa hukumnya Rukly Chahyadi & Rivkiyadi menyoroti bahwa beberapa pertimbangan hakim terkesan mengabaikan bukti-bukti dan saksi-saksi yang dihadirkan oleh tergugat. Hal ini menimbulkan keprihatinan serius tentang keadilan proses peradilan.
Netty Kalengkongan, didampingi kuasa hukumnya Rukly Chahyadi & Rivkiyadi, akan mengajukan kasasi atas putusan ini ke Mahkamah Agung dengan tujuan agar semua fakta yang relevan dan bukti yang ada dipertimbangkan secara cermat dan adil oleh hakim.
“Kami percaya bahwa hak atas keadilan dan perlindungan hukum yang adil harus dijaga dalam sistem peradilan kita,” tegas Rukly Chahyadi di Palu, Kamis malam
Rukly Chahyadi juga ingin mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, bahwa setiap orang berhak mendapatkan proses persidangan yang adil dan transparan.
Dalam memenuhi tanggungjawabnya, pengadilan harus mempertimbangkan semua bukti dan saksi yang relevan, tanpa adanya kecenderungan yang dapat merugikan pihak manapun yang terlibat.
“Kami berharap melalui kelanjutan proses hukum ini, keadilan akan tercapai, dan keputusan yang adil akan diberikan. Netty Kalengkongan akan terus bekerja sama dengan Firma Hukum Tepi & Associates dan mematuhi semua ketentuan hukum yang berlaku dalam mengejar keadilan yang sah.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan selama proses hukum ini berjalan. Kami tetap berkomitmen untuk melindungi kepentingan kami dan memperjuangkan keadilan,” pungkasnya.
Netty Kalengkongan mengaku sangat kecewa pada putusan peradilan tingkat pertama (PN) Palu, maupun putusan tingkat lanjut banding, putusan itu sangat menciderai rasa keadilan baginya.
Bagaimana bisa ucap dia, oleh majelis hakim mengesampingkan semua bukti dan saksi-saksi diajukan. “Kalau sudah seperti ini Peradilan di Negeri ini, bisa berlaku hukum rimba, pengadilan dianggap sebagai benteng terakhir mencari keadilan, tidak memenuhi rasa keadilan,dengan nada prihatin.
“Apalagi kasus ini sebelum digugat perdata,tutur dia, sudah dilaporkan ke Polsek Palu Selatan dan Polresta Palu, namun semua di SP3 (Surat penghentian penyidikan) sebab tidak memenuhi unsur,” pungkasnya.
Sebelumnya, seorang pendeta di Kota Palu bernama Netty Kalengkongan sedang menghadapi gugatan dari Sari Indah Puspita Sari Chowindra.
Sari diduga merupakan anak angkat Elisabeth Kalengkongan, kakak kandung Netty. Gugatan tersebut berhubungan dengan klaim Sari sebagai ahli waris atas rumah yang ditinggali Netty dan diwariskan oleh Elisabeth.
Netty menjelaskan bahwa sebelum kakaknya meninggal pada tahun 2016, kakaknya meminta Netty untuk menjaga rumah tersebut. Netty telah mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, namun mediasi yang dilakukan tidak mencapai kesepakatan karena Sari selalu diwakili oleh penasihat hukumnya.
Sari menggugat Netty untuk memperoleh hak miliknya atas tanah dan bangunan rumah di Jalan Batu Bata Indah Nomor 36, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu. Netty menyatakan bahwa rumah tersebut dibeli oleh kakak-kakaknya, bukan oleh Sari. Netty hanya menjaga amanat almarhumah dan tidak pernah mengusir Sari dari rumah.
Netty juga menyebut bahwa Sari dapat mengambil aset yang merupakan hak milik dari suami kakaknya.
Sebelum membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Palu, Sari telah melaporkan Netty beberapa kali kepada pihak kepolisian atas tuduhan kepolisian hak milik rumah tersebut. Namun dugaan tersebut tidak terbukti dan penyelidikan dihentikan.
Netty menjelaskan bahwa kakaknya tidak pernah hamil dan ibu kandung Sari masih hidup. Netty merasa terganggu karena terus dilaporkan ke polisi dan disomasi oleh Sari. Oleh karena itu, Netty memutuskan untuk menghadapi gugatan tersebut demi menjaga amanat kakaknya.
Sari mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Palu dengan alasan bahwa dia adalah satu-satunya ahli waris berdasarkan keterangan ahli waris nomor 145/1014/1001/X/2016. Sari mengklaim bahwa Netty telah menguasai dan memanfaatkan hak miliknya tanpa izin, sehingga dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
Saat ini kasus ini sedang diproses kasasi untuk menentukan keputusan hukum yang tepat.***