Legislator Dorong Penegak Hukum Terapkan Restorative Justice

Dorong penegak hukum untuk terapkan restorative justice
nggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI. Foto: Tasya/nvl

KABAR SULTENG, – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil dorong penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan Tinggi, hingga Mahkamah Agung untuk menerapkan restorative justice dalam penanganan kasus hukum. Nasir mengingatkan bahwa di setiap instansi sudah memiliki panduan yang mengatur penerapan restorative justice dalam penanganan kasus hukum, seperti Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 untuk Polri hingga SK Dirjen Badilum MA tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif.

“Nah ada juga restorative justice yang perkaranya itu sudah ditangani oleh aparat penegak hukum baik di Kepolisian, di Kejaksaan, maupun di Pengadilan. Nah karena itu kita lihat seperti ini masing-masing institusi tadi sudah membuat keputusan, ada keputusan atau ada peraturan kapolri, ada peraturan Jaksa Agung, ada surat keputusan daripada Dirjen Badilum MA, yang mengatur tentang penerapan restorative justice tersebut,” terang Nasir usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, Kepala Kanwil Kemenkumham Jambi, Ketua Pengadilan Tinggi Jambi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi, dan Ketua Pengadilan TUN Jambi, di Jambi, Kamis (11/8/2022).

Bacaan Lainnya

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebut, restorative justice sangat mendesak untuk dimasukkan di dalam pembahasan revisi KUHP yang tengah dibahas Komisi III DPR RI bersama pemerintah saat ini. Dorong Penegak Hukum Terapkan Restorative Justice bertujuan untuk memperkuat dan menyuburkan semangat keadilan restoratif. Sehingga, diharapkan hukum yang diciptakan dapat memberikan manfaat dan keadilan tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga korban dan masyarakat.

”Oleh karena itu, yang paling mendesak dilakukan hari ini adalah bagaimana memasukkan restorative justice ke dalam KUHP dan itu sudah kita lakukan. Karena itu, kalau nanti KUHP itu disahkan, maka ini akan menjadi angin segar bagi upaya kita untuk menyuburkan restorative justice,” jelas Nasir.

Namun, legislator daerah pemilihan (dapil) Aceh II tersebut menegaskan keadilan restoratif tidak bisa diterapkan secara sembarang. Ia mengingatkan, tidak semua perkara bisa diberlakukan keadilan restoratif, dan perlu ada kriteria seperti memperhatikan usia pelaku, ancaman hukuman, hingga kerugian yang disebabkan pelaku. Penerapan keadilan restoratif juga harus melalui asesmen yang dilakukan oleh aparat untuk memastikan bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan tanpa hukuman penjara.

”Jadi begini, apakah restorative justice itu bisa diterapkan untuk mereka yang misalnya dikenai atau diposisikan sebagai pengguna atau korban untuk kasus narkotika. Nah itu kan harus ada asesmennya. Jadi ada asesmen terpadu yang melibatkan aparat penegak hukum melibatkan psikiater, yakan sehingga bisa diketahui apakah dia korban atau bukan. Nah tentu saja kita berharap para korban ini bisa dimasukkan dalam rumah besar yang bernama restorative justice,” pungkas Nasir.***

Pos terkait