KABARSULTENG.ID, PALU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu mengecam pengusiran sejumlah wartawan yang menjalankan melakukan tugas-tugas jurnalistik saat melakukan liputan Perayaan ke 62, Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Jumat 22 Juli 2022.
Ketua AJI Palu, Yardin Hasan, menyampaikan, pengusiran yang dialami oleh lima wartawan tersebut, adalah kejadian yang selalu berulang yang dilakukan para pejabat publik di daerah ini.
“Ini menunjukan ketidaktahuan dan ketidakmampuan para pejabat memahami tugas-tugas wartawan sebagaimana diatur dalam UU Pers 40 tahun 1999,” ucap Yardin melalui keterangan tertulis, Minggu (24/7).
Yardin menerangkan, jurnalis menjalan tugasnya mendapat perlindungan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Sedangkan pasal 18 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 mengatur ketentuan pidana dengan memberikan sanksi terhadap barang siapa yang dengan sengaja melawan hukum menghambat fungsi, tugas dan peran wartawan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh ketentuan perundangan.
“Dengan adanya undang-undang tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya,” terang Yardin.
Kejaksaan Tinggi Sulteng, adalah institusi publik yang tidak boleh menutup diri terhadap akses wartawan untuk melakukan kontrol publik terhadap kinerja aparat hukum di daerah ini. Hal ini sejalan dengan pasal 8 dan pasal 18 UU Pers Nomor 40/1999 tersebut di atas.
“Atas dasar itu, maka sikap menghalangi-halangi, mengusir atau menutup akses terhadap wartawan yang hendak melakukan tugas-tugas jurnalistik adalah bentuk arogansi kekuasaan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik,” ujarnya.
Dengan fakta-fakta tersebut, AJI Palu menyatakan sikap :
1. Mengecam keras pengusiran wartawan yang dilakukan pejabat Kejati Sulteng
2. Para pejabat menjalankan tugasnya harus menghargai mitra/kolega dan tidak ada merasa superior dari profesi lainnya
3. Permohonan maaf pejabat yang bersangkutan harus diikuti dengan pembinaan kepada pejabat agar tidak semena mena pada kelompok lainnya.
4. Sering berulangnya kasus kekerasan verbal terhadap profesi jurnalis, maka AJI Palu mendesak para pihak lebih mendalami tugas-tugas jurnalis dalam UU Pers Nomor 40/1999. Dengan demikian kehadiran wartawan melakukan tugas liputan tidak selalu dianggap sebagai pengganggu yang harus diusir.
“Demikian pernyataan sikap ini, sebagai protes dan keberatan kami atas perlakuan semena-mena terhadap profesi jurnalis yang menjalankan tugas-tugas publiknya,” tegas Ketua AJI Palu.
Diberitakan sebelumnya, perayaan Hari Bhakti Adhyaksa ke – 62 di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) Jumat (22/7/2022) diwarnai sikap arogan Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulteng, Fitrah. Tindakan arogan Aspidum dilakukannya kepada tim wartawan live streaming yang hendak melakukan peliputan.
Hal itu bermula pada saat sejumlah tim wartawan live streaming yang tergabung di beberapa media di Kota Palu hendak melakukan peliputan dan live streaming pada kegiatan HBA-62 di Kejati Sulteng atas permintaan pihak Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulteng.
Salah seorang wartawan tim live streaming yang juga ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, Moh. Iqbal sekitar pukul 06.00 Wita berada di lapangan Kejati Sulteng sedang mengatur peralatan live seperti kabel, kamera dan alat-alat lainnya .
Sekitar pukul 06.30 Wita pada saat Iqbal sedang merapikan kabel kamera tiba-tiba Aspidum Kejati Sulteng, Fitrah datang dan langsung menegur dengan nada tinggi.
Padahal, saat itu seluruh peralatan live streaming sudah siap onair hanya tinggal menunggu kabel-kabel yang melintas di jalan masuk ke lapangan upacara dirapikan.
“Sabar Pak, sementara kita rapikan biar tidak mengganggu,” kata Ikbal sambil merapikan kabel untuk dilakban.
Sayangnya, penjelasannya Ikbal itu malah membuat pejabat Kejati Sulteng itu puas. Tidak hanya membentak, Fitrah juga menyuruh tim live streaming untuk pulang.
“Buat apa kalian disini. Tidak becus, kalian pulang saja!” ketusnya.
Sharfin yang juga tim live streaming menjawab hardik kasar itu dengan menyebut bahwa mereka bukan anak buah kejaksaan yang seenaknya dimarahi.
“Pak, kami ini wartawan. Itu Abdee Mari dari tvOne, Ikbal yang Bapak marahi ini wartawan CNN, saya dari NET dan Dhani itu dari RTV. Kami kesini karena membantu pihak Penkum!” jelas Sharfin.
Namun Fitrah terus ngotot dengan nada kasar dan mengusir. Merasa diperlakukan kasar dan ungkapan mengusir akhirnya koordinator live streaming Abdee Mari meminta tim live streaming untuk tidak melanjutkan peliputan dengan meninggalkan lokasi.
Sebelum meninggalkan lokasi, Fitrah yang baru tahu kalau tim live streaming dari tv-tv nasional itu berusaha menemui kembali Ikbal dan kawan-kawan untuk minta maaf.
“Maafkan saya, saya lelah dan stress karena ada masalah di rumah,” jelasnya, namun Ikbal dan kawan-kawan sudah keburu meninggalkan lokasi.
Terpisah Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sulteng Reza Hidayat SH.MH melalui pesan WhatsApp mengaku saat kejadian tidak berada di tempat.
“Saya tidak berada di tempat saat kejadian. Nanti sy kumpulkan informasi dulu baru bisa konfirmasi,” tulis Reza. (*)