Oleh : Yana
Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada tanggal 1 Mei, sejatinya bukan suatu perayaannya keberhasilan kaum buruh atas aksi kaum buruh pada masa sebelumnya.
Peringatan ini terus menerus masih dilakukan karena masih adanya ketidakadilan yang didapatkan oleh kaum buruh itu sendiri. Kurangnya sistem perlindungan, jam kerja berlebihan dan gaji yang tidak sesuai dengan nilai UMR yang ditetapkan oleh pemerintah serta menghilang hak libur kaum buruh seenak-enaknya perusahaan pemberi pekerjaan.
Lemahnya sistem perlindungan buruh hari ini dapat di lihat dari masih maraknya pemberangkatan pekerjaan migran unprosedural ke Negara Timur Tengah yang mana pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah. Tidak memberikan izin, atau menutup akses untuk pemberangkatan buruh migran ke kawasan timur dalam bidang pekerjaan domestik.
.
Nyatanya pelarangan ini tidak serta merta menutup akses buruh migran untuk berangkat bekerja di sana. Faktanya dengan adanya kebijakan ini, semakin membuka lebar ketidakadilan yang didapat buruh migran, dengan cara pemberangkatan unprosedural yang ditawarkan oleh perusahaan penempatan baik di Indonesia maupun di Negara Timur Tengah.
.
Setidaknya ada 2 kasus yang terlapor di organisasi masyarakat Solidaritas Perempuan (SP) Palu yang sedang memperjuangkan kepulangannya ke tanah air dan ada banyak kasus yang berdatangan tetapi tidak terlaporkan karena tidak ada kesadaran masyarakat dan kurangnya pengetahuan mereka kemana akan melaporkan dan meminta perlindungan terhadap buruh migran.
“Selama saya bekerja di sini, mungkin sudah ada 20 orang yang mereka berangkatkan lagi” ungkapan salah satu Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sekarang sedang berjuang untuk kepulangannya ke tanah air saat saya hubungi melalui messenger.
Disela-sela pendampingan kasus yang SP Palu lakukan, pernah beberapa kali PMI ini mengungkapkan kepada kami bahwa sedang ada pemberangkatan yang dilakukan oleh calo yang memberangkatkan dia secara unprosedural dari kota Palu menuju Jakarta. Namun tidak ada yang bisa kami lakukan tanpa adanya laporan dari keluarga atau laporan langsung dari korban. Informasi yang diberikan PMI akhirnya hanya berakhir sebagai data tertulis di buku data base kasus pemberangkatan PMI unprosedural.
Melalui peringatan Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei ini saya menyarankan kepada pemerintah untuk menarik kebijakan Kemnaker No. 260 tahun 2015 karena tidak berpihak kepada perempuan buruh migran.
Penulis merupakan Aktivis Perempuan yang juga aktif sebagai relawan yang bekerja di ormas Solidaritas Perempuan (SP) Palu.